Om Swastyastu semeton sareng sami, Dumogi makesami
setate kenak lan rahayu. Mumpung dinane mangkin sampun nampek sareng Rahina
Galungan lan Kuningan, puniki tiang jagi Posting Rentetan Perayaan Hari Raya
Galungan. Sane kapertama nike kekawitin antuk :
1. TUMPEK WARIGA
Jatuh pada hari Saniscara, Kliwon, Wuku Wariga, atau
25 hari sebelum Galungan. Upacara ngerasakin dan ngatagin dilaksanakan untuk
memuja Bhatara Sangkara, manifestasi Hyang Widhi, memohon kesuburan tanaman yang
berguna bagi kehidupan manusia.
2. ANGGARA KASIH JULUNGWANGI
Hari Anggara, Kliwon, Wuku Julungwangi atau 15 hari
sebelum Galungan. Upacara memberi lelabaan kepada watek Butha dengan mecaru
alit di Sanggah pamerajan dan Pura, serta mengadakan pembersihan area menjelang
tibanya hari Galungan.
3. BUDA PON SUNGSANG
Hari Buda, Pon, Wuku Sungsang atau 7 hari sebelum
Galungan. Disebut pula sebagai hari Sugian Pengenten yaitu mulainya Nguncal
Balung. Nguncal artinya melepas atau membuang, balung artinya tulang; secara
filosofis berarti melepas atau membuang segala kekuatan yang bersifat negatif
(adharma).
Oleh karena itu disebut juga sebagai Sugian Pengenten,
artinya ngentenin (mengingatkan) agar manusia selalu waspada pada godaan-godaan
adharma.
Pada masa nguncal balung yang berlangsung selama 42
hari (sampai Buda Kliwon Paang) adalah dewasa tidak baik untuk: membangun
rumah, tempat suci, membeli ternak peliharaan, dan pawiwahan.
4. SUGIAN JAWA
Hari Wraspati, Wage, Wuku Sungsang, atau 6 hari sebelum
Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten
pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian dan
kelestarian Bhuwana Agung (alam semesta).
5. SUGIAN BALI
Hari Sukra, Kliwon, Wuku Sungsang, atau 5 hari sebelum
Galungan. Memuja Hyang Widhi di Pura, Sanggah Pamerajan dengan Banten
pereresik, punjung, canang burat wangi, canang raka, memohon kesucian, dan
keselamatan Bhuwana Alit (diri sendiri).
6. PENYEKEBAN
Hari Redite, Paing, Wuku Dungulan, atau 3 hari sebelum
Galungan. Turunnya Sang Bhuta Galungan yang menggoda manusia untuk berbuat
adharma. Galung dalam Bahasa Kawi artinya perang; Bhuta Galungan adalah sifat
manusia yang ingin berperang atau berkelahi.
Manusia agar menguatkan diri dengan memuja Bhatara
Siwa agar dijauhkan dari sifat yang tidak baik itu. Secara simbolis Ibu-ibu
memeram buah-buahan dan membuat tape artinya nyekeb (mengungkung/ menguatkan
diri).
7. PENYAJAAN
Hari Soma, Pon, Wuku Dungulan, atau 2 hari sebelum
Galungan. Turunnya Sang Bhuta Dungulan yang menggoda manusia lebih kuat lagi
untuk berbuat adharma. Dungul dalam Bahasa Kawi artinya takluk; Bhuta Dungulan
adalah sifat manusia yang ingin menaklukkan sesama atau sifat ingin menang.
Manusia agar lebih menguatkan diri memuja Bhatara Siwa
agar terhindar dari sifat buruk itu. Secara simbolis membuat jaja artinya
nyajaang (bersungguh-sungguh membuang sifat dungul).
8. PENAMPAHAN
Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan, atau 1 hari sebelum
Galungan. Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda manusia lebih-lebih kuat
lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa Kawi artinya berkuasa.
Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin berkuasa.
Manusia agar menuntaskan melawan godaan ini dengan
memuja Bhatara Siwa serta mengalahkan kekuatan Sang Bhuta Tiga (Bhuta Galungan,
Bhuta Dungulan, dan Bhuta Amangkurat).
Secara simbolis memotong babi “nampah celeng” artinya
“nampa” atau bersiap menerima kedatangan Sanghyang Dharma. Babi dikenal sebagai
simbol tamas (malas) sehingga membunuh babi juga dapat diartikan sebagai
menghilangkan sifat-sifat malas manusia.
Sore hari ditancapkanlah penjor lengkap dengan sarana
banten pejati yang mengandung simbol “nyujatiang kayun” dan memuja Hyang Maha
Meru (bentuk bambu yang melengkung) atas anugerah-Nya berupa kekuatan dharma
yang dituangkan dalam Catur Weda di mana masing-masing Weda disimbolkan dalam
hiasan penjor sebagai berikut:
lamak simbol Reg Weda,
bakang-bakang simbol Atarwa Weda,
tamiang simbol Sama Weda, dan
sampian simbol Yayur Weda.
Di samping itu penjor juga simbol ucapan terima kasih
ke hadapan Hyang Widhi karena sudah dianugerahi kecukupan sandang pangan yang
disimbolkan dengan menggantungkan beraneka buah-buahan, umbi-umbian, jajan, dan
kain putih kuning.
Pada sandyakala segenap keluarga mabeakala, yaitu
upacara pensucian diri untuk menyambut hari raya Galungan.
9. GALUNGAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Dungulan, merupakan perayaan
kemenangan manusia melawan bentuk-bentuk adharma terutama yang ada pada dirinya
sendiri. Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan memberkati umat manusia.
Persembahyangan di Pura, Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih
kepada Hyang Widhi atas anugrah-Nya itu.
10. MANIS GALUNGAN
Hari Wraspati, Umanis, Wuku Dungulan, 1 hari setelah
Galungan, melaksanakan Dharma Santi berupa kunjungan ke keluarga dan kerabat
untuk mengucapkan syukur atas kemenangan dharma dan mohon maaf atas
kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Malam harinya mulai melakukan persembahyangan memuja
Dewata Nawa Sangga, mohon agar kemenangan dharma dapat dipertahankan pada diri
kita seterusnya.
Pemujaan di malam hari selama sembilan malam sejak
hari Manis Galungan sampai hari Penampahan Kuningan disebut sebagai persembahyangan
Nawa Ratri (nawa = sembilan, ratri = malam) dimulai berturut-turut memuja
Bhatara-Bhatara: Iswara, Mahesora, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, Wisnu,
Sambu, dan Tri Purusa (Siwa-Sada Siwa-Parama Siwa).
11. PEMARIDAN GURU
Hari Saniscara, Pon, Wuku Dungulan, 3 hari setelah
Galungan merupakan hari terakhir Wuku Dungulan meneruskan persembahyangan
memuja Dewata Nawa Sangga khususnya Bhatara Brahma.
12. ULIHAN
Hari Redite, Wage, Wuku Kuningan, 4 hari setelah
Galungan, Bhatara-Bhatari kembali ke Kahyangan, persembahyangan di Pura atau
Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih atas wara nugraha-Nya.
13. PEMACEKAN AGUNG
Hari Soma, Kliwon, Wuku Kuningan, 5 hari setelah
Galungan. Melakukan persembahan sajen (caru) kepada para Bhuta agar tidak
mengganggu manusia sehingga Trihitakarana dapat terwujud.
14. PENAMPAHAN KUNINGAN
Hari Sukra, Wage, Wuku Kuningan, 9 hari setelah
Galungan. Manusia bersiap nampa (menyongsong) hari raya Kuningan. Malam harinya
persembahyangan terakhir dalam urutan Dewata Nawa Sanga, yaitu pemujaan kepada
Sanghyang Tri Purusha (Sisa, Sada Siwa, Parama Siwa).
15. KUNINGAN
Hari Saniscara, Kliwon, Wuku Kuningan, 10 hari setelah
Galungan. Para Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan sampai tengah hari.
Manusia mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi
atas wara nugrahanya berupa kekuatan dharma serta mohon agar kita senantiasa
dihindarkan dari perbuatan-perbuatan adharma.
Secara simbolis membuat sesajen dengan nasi kuning
sebagai pemberitahuan (nguningang) kepada para preti sentana agar mereka
mengikuti jejak leluhurnya merayakan rangkaian hari raya Galungan – Kuningan.
Selain itu menggantungkan “tamiang” di
Palinggih-palinggih sebagai tameng atau perisai terhadap serangan kekuatan
adharma.
16. PEGAT UWAKAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Paang, satu bulan atau 35 hari
setelah Galungan, merupakan hari terakhir dari rangkaian Galungan. Pegat
artinya berpisah, dan uwak artinya kelalaian. Jadi pegat uwakan artinya jangan
lalai melaksanakan dharma dalam kehidupan seterusnya setelah Galungan.
Berata-berata nguncal balung berakhir, dan selanjutnya roda kehidupan
terlaksana sebagaimana biasa.
Inggih
semeton, punike artikel tiang sane mejudul “ Rentetan Hari Raya Galungan “,
dumogi presida ke Bantu. Suksma sampun berkunjung, Om Santhi Santhi Santhi Om.
Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: Rentetan Perayaan Hari Raya Galungan
Ditulis Oleh : Addinfobaru
Jika Mengutip Artikel Harap Cantumkan Link Aktif Ke Artikel => Rentetan Perayaan Hari Raya Galungan ! Artikel Ini di Lindungi DMCA. Terima Kasih Atas Perhatian Sobat!
Judul: Rentetan Perayaan Hari Raya Galungan
Ditulis Oleh : Addinfobaru
Jika Mengutip Artikel Harap Cantumkan Link Aktif Ke Artikel => Rentetan Perayaan Hari Raya Galungan ! Artikel Ini di Lindungi DMCA. Terima Kasih Atas Perhatian Sobat!
Artikel Terkait